Rabu, (17/06) Pukat UGM menggelar Diskusi Seputar Korupsi (DIKSI) #5: Novel Baswedan Mencari Keadilan “Mengupas Tuntas Tuntutan Jaksa”. Diskusi ini diselenggarakan daring via aplikasi zoom dan disiarkan langsung melalui channel Youtube Kanal Pengetahuan FH UGM. Narasumber dalam diskusi ini yaitu Novel Baswedan (penyidik KPK), Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), Suparman Marjuki (Ketua KY 2013-2015), Sri Wijayanti Eddyono (Dosen FH UGM), Maradona (Dosen FH Universitas Airlangga) dan Yuris Rezha (Peneliti PUKAT UGM).
Tuntutan jaksa dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sangat janggal, tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat, serta berdampak buruk pada upaya pemberantasan korupsi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis satu tahun penjara. Terdakwa dianggap bersalah atas perbuatannya melakukan penganiayaan tanpa disertai niat. Melihat kejanggalan tersebut, PUKAT FH UGM menyimpulkan bahwa tuntutan yang diajukan oleh Jaksa mengandung beberapa permasalahan antara lain:
Sabtu (16/5) PUKAT UGM bekerja sama dengan Magister dan Doktoral Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM, BPPM Balairung UGM, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyelenggarakan diskusi bertema “Merancang Portal Baru Reforma Kebijakan SDA di Indonesia” (Refleksi di Tengah Pandemi). Hadir sebagai narasumber yakni Aryanto Nugroho (PWYP & Perwakilan Penulis Jurnal Integritas KPK), Dr. Totok Dwi Diantoro (Dosen Hukum Lingkungan & Peneliti Pukat UGM), Siti Rakhma Mary (Ketua Manajemen Pengetahuan YLBHI), dan Dr. Agus Heruanto Hadna (Dosen Prodi Kepemimpinan & Inovasi Kebijakan, Sekolah Pascasarjana UGM).
Selasa (28/04) Pukat UGM kembali menghadirkan Serial Diskusi Seputar Korupsi (DIKSI) #4: Korupsi Bansos dan Korupsi dalam Keadaan Bencana. Diskusi ini diselenggarakan secara daring via aplikasi zoom. Tersambung sebagai narasumber adalah Emerson Yuntho (Deputy Director of Visi Integritas), Agus Sarwono (Peneliti Transparency Internasional Indonesia) dan Agung Nugroho (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi).
Diskusi dimulai dengan pemaparan dari Agus Sarwono yang membahas seputar korupsi dalam keadaan bencana. Menurutnya potensi korupsi dalam keadaan bencana dapat terjadi pada setiap tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan pemilihan, pelaksanaan pekerjaan hingga penyelesaian pembayaran. “Permasalahan dalam penanganan Covid-19 ini salah satunya karena informasi mengenai pengadaaan untuk penanganan Covid-19 kurang transparan,” ujarnya.
Pukat UGM bekerja sama dengan Direktorat Gratifikasi, Direktorat Litbang, dan Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK pada 23 April 2020 telah mengadakan kuliah online “Gratifikasi, Benturan Kepentingan, dan Korupsi”. Kuliah online tersebut diselenggarakan melalui aplikasi zoom dengan pengajar dari perwakilan KPK dan Pukat UGM.
Materi seputar gratifikasi disampaikan oleh Sugiarto dari Direktorat Gratifikasi KPK. Ia menuturkan bahwa gratifikasi akan mempengaruhi pejabat publik serta merusak sistem dan prosedur yang telah ada. Hal ini dikarenakan gratifikasi menimbulkan hubungan istimewa antara pejabat publik dengan orang yang memberinya. Untuk itu, ia menghimbau kepada pegawai negeri maupun penyelenggara negara untuk menolak setiap gratifikasi, “Apabila dalam kondisi tertentu tidak dapat ditolak, maka pemberian tersebut wajib dilaporkan,” terangnya.
Menanggapi wacana pemberian remisi bagi narapidana korupsi, PUKAT UGM menyelenggarakan diskusi online bertema “Pemberantasan Korupsi di Tengah Pandemi” pada 7 April 2020. Diskusi ini tidak hanya membahas seputar remisi bagi napi korupsi, tetapi juga mengupas korupsi bencana dan kehadiran Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Tersambung sebagai narasumber adalah Kurnia Ramadhana (Peneliti Indonesian Corruption Watch), Wawan Suyatmiko (Peneliti Transparency Internasional Indonesia) dan Zaenur Rohman (Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM).
Menanggapi isu Omnibus Law yang tengah ramai diperbincangkan, Pukat UGM mengadakan diskusi bertema Omnibus Law dan Korupsi Legislasi. Acara ini berlangsung pada Rabu (26/02) bertempat di kantor PUKAT UGM
Sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah AB Widyanta (Sosiolog UGM), Shinta Maharani (Ketua Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta), Lutfy Mubarok (Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta) dan Yuris Rezha Kurniawan (Peneliti PUKAT UGM). Diskusi diawali dengan sambutan dan pengantar diskusi dari Oce Madril, Direktur Pukat UGM. Dalam pemaparannya, Oce menuturkan bahwa Omnibus Law memuat terlalu banyak pasal dan berpotensi tabrakan dengan UU lain. Dari segi teknik pembentukan peraturan perundang-undangan, UU ini akan sulit ditarik kembali apabila telah disahkan. “Karena masih dalam bentuk draft, saat ini adalah momentum yang tepat untuk mengkritisi Omnibus Law,”ujar Oce.
Sepanjang tahun 2019, PUKAT UGM terus mengawal isu upaya sistematis pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai gejolak terus meliputi KPK yang dimulai sejak pemilihan panitia seleksi calon pimpinan KPK, pemilihan calon pimpinan KPK, hingga puncaknya pada revisi UU KPK.
PUKAT UGM telah melaksanakan beberapa kegiatan untuk mengawal isu tersebut. Tentu saja, PUKAT UGM tidak bergerak sendiri. Beberapa kegiatan merupakan hasil kerja keras bersama mahasiswa, jaringan anti korupsi, pusat studi anti korupsi se Indonesia, masyarakat sipil, dll
Sabtu (7/12) Pukat FH UGM, BEM KM UGM dan Aliansi Masyarakat Peduli HAM (AMPUH) menyelenggarakan satu rangkaian acara dengan tema Anti Corruption and Human Rights.
Diskusi Pertama telah berlangsung di 4.1.1FH UGM dengan tema Korupsi mengancam HAM. Hadir sebagi pembicara adalah Tama S Langkung (Peneliti ICW), Oce Madril (Direktur Pukat ) dan Eko Prasetyo ( Pendiri SMI).
Tama menerangkan bahwa isu korupsi ini dekat dengan HAM. Bahkan menurutnya korupsi merupakan pelanggaran HAM. Praktek-praktek korupsi membuat masyarakat sulit mendampatkan akses pelayanan publik seperti dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Contoh sederhana, korupsi dana e-KTP membuat masyarakat sampai saat ini ada yang belum memiliki e-KTP.