Rabu, (17/06) Pukat UGM menggelar Diskusi Seputar Korupsi (DIKSI) #5: Novel Baswedan Mencari Keadilan “Mengupas Tuntas Tuntutan Jaksa”. Diskusi ini diselenggarakan daring via aplikasi zoom dan disiarkan langsung melalui channel Youtube Kanal Pengetahuan FH UGM. Narasumber dalam diskusi ini yaitu Novel Baswedan (penyidik KPK), Kurnia Ramadhana (Peneliti ICW), Suparman Marjuki (Ketua KY 2013-2015), Sri Wijayanti Eddyono (Dosen FH UGM), Maradona (Dosen FH Universitas Airlangga) dan Yuris Rezha (Peneliti PUKAT UGM).
Novel Baswedan sebagai narasumber pertama memaparkan tanggapannya terkait dengan tuntutan jaksa dalam kasus penyiraman air keras yang dialaminya. Menurut Novel, tuntutan jaksa tersebut sangat melukai, bukan hanya dirinya secara pribadi sebagai korban, tetapi juga rasa keadilan di tengah masyarakat. Beberapa hal yang mengganjal menurut Novel diantaranya fakta yang diuraikan dalam dakwaan oleh jaksa yang menyatakan bahwa air yang disiramkan ke wajahnya adalah air aki dan mengesankan dalam dakwaan bahwa pelaku hanya terdiri dari dua orang saja. “Tidak saja dalam dakwaan, selama proses di persidangan, hakim juga memberikan pertanyaan yang mengarahkan bahwa seolah-olah air yang digunakan oleh pelaku adalah air aki, bahkan sebelum adanya pembuktian di persidangan,” terang Novel.
Fakta-fakta dan bukti-bukti yang disampaikan terkait jenis cairan yang digunakan oleh pelaku tidak dipertimbangkan oleh jaksa penuntut. Selain itu, saksi-saksi kunci yang mengetahui kronologi kejadian tersebut tidak dihadirkan dengan alasan bahwa tidak dimasukkan ke dalam berkas perkara. Lebih lanjut Novel menerangkan meskipun secara pribadi dirinya telah memaafkan pelaku dan perbuataannya, namun proses hukum harus tetap berjalan demi kepentingan penegakan hukum di Indonesia. “Kita harus menunjukkan bahwa arogansi hukum yang menghancurkan hukum, yang membuat wajah hukum sedemikian carut-marut harus dibenahi, harus diprotes dengan serius dan lugas”, ujarnya.
Penyerangan Novel adalah Pelemahan Agenda Pemberantasan Korupsi
Temuan-temuan dan catatan dari tim advokasi serta kesimpulan sementara terkait kinerja aparat hukum kemudian disampaikan oleh Kurnia Ramadhana. Ia menuturkan bahwa penyerangan terhadap Novel Baswedan bukan sekedar penyerangan individu semata tetapi juga penyerangan terhadap pemberantasan korupsi. Menurutnya, di balik para pelaku pasti ada aktor intelektual yang menjadi otak penyerangan. Pola penyerangan yang dilakukan menunjukkan bahwa kejahatan dilakukan secara terstuktur dan sistematis. Kurnia juga menerangkan jika fakta yang terjadi menunjukkan bahwa aparat penegak hukum telah gagal menuntaskan perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi.
Kritik terhadap penanganan kasus juga disampaikan oleh Suparman Marzuki. Menurutnya, penyerangan terhadap Novel Baswedan bukanlah penyerangan terhadap dirinya sebagai pribadi tetapi terkait dengan posisinya sebagai penyidik KPK. Meskipun demikian, ia menilai berdasarkan proses yang berlangsung ada kesan bahwa penyidik sengaja mengarah pada urusan pribadi dan pengesampingkan status Novel sebagai penyidik KPK. “Hal ini merupakan suatu langkah yang keliru dan cara pandang yang salah,” terangnya.
Selanjutnya, ia berpendapat bahwa proses peradilan yang berlangsung adalah suatu bentuk pengadilan yang telah disiapkan untuk menutup perkara. “Persidangan harusnya berjalan secara fair dan objektif dalam rangka mencari kebenaran materil dalam perkara ini, tidak boleh hanya berdasarkan prasangka dan teori,” pungkasnya.
Penulis: Dhika Putri