Oleh : Oce Madril (Pengajar Ilmu Hukum; Peneliti PUKAT FH UGM)
Kemanjuran Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sedang diuji. Tak tangung-tanggung, MKD menghadapi kasus besar yang melibatkan orang kuat di DPR. Sang komandan diduga terlibat dalam percaloan saham, permintaan saham dan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Pelapor kasus ini juga bukan sembarangan orang, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dari sisi objek perkara dan aktor yang terlibat, kasus ini sungguh merupakan kasus yang amat besar dan serius.
Namun, nampaknya MKD masih gagap dalam menangani perkara besar ini. Terlihat dari perdebatan teknis yang dapat mengganggu kelanjutan kasus ini. Ada 2 hal yang diperdebatkan; kedudukan hukum pengadu (legal standing) dan alat bukti. Senyatanya, aturan beracara di MKD cukup sederhana. Menjadi rumit dan bertele-tele, karena kasus ini terkait dengan politisi kuat yang sedang berkuasa.
Harus dipahami terlebih dahulu bahwa MKD adalah badan internal DPR. MKD adalah peradilan etik dan perilaku. Perkara yang diperiksa MKD bukanlah perkara pidana yang harus diselesaikan dengan pendekatan hukum acara pidana. Pendekatan etik dan perilaku yang berlaku bagi anggota DPR lah yang menjadi acuan. MKD mempunyai hukum acara tersendiri yang diatur secara khusus (lex specialis) dalam UU MD3 dan Peraturan DPR Nomor 2 tahun 2015. Disitu diatur mengenai siapa pengadu, teradu, sampai pada alat bukti.
Mengenai siapa saja yang dapat menjadi pengadu, ada tiga pihak, yaitu pimpinan DPR, anggota DPR dan masyarakat. Artinya, pengadu dapat berasal dari internal atau eksternal DPR. Yang terpenting adalah substansi aduannya, apakah sesuai dengan kompetensi MKD atau tidak. Aduan harus relevan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku anggota dewan.
Kemudian, mengenai alat bukti telah diatur tersendiri dalam Pasal 138 UU MD3 dan Pasal 27 Peraturan DPR. Ada 5 Alat bukti yang terdiri dari (a)keterangan saksi; (b)keterangan ahli; (c)surat; (d)data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik atau optik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna dan (e)petunjuk lain.
Bukti rekaman pembicaraan (bukan penyadapan) yang diberikan oleh Menteri ESDM, jelas merupakan alat bukti yang sah dan termasuk dalam kategori alat bukti huruf d. Sehingga mestinya tidak ada lagi perdebatan mengenai keabsahan bukti rekaman yang diberikan. Karena telah terdapat kecukupan alat bukti, maka harusnya MKD sudah dapat menggelar sidang.
Pembentukan Panel
Dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada Ketua DPR sangatlah serius. Ketua DPR dapat didakwa melanggar sumpah jabatan, UU MD3 dan kode etik. Bahwa melalui tindakannya, Ketua DPR diduga telah mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentinga negara. Hal ini jelas bertentangan dengan kewajibannya sebagai anggota DPR. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 angka 4 Kode Etik DPR, hal itu termasuk jenis pelanggaran berat dengan ancaman sanksi pemberhentian.
Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 148 UU MD3 bahwa dalam hal pelanggaran berat, maka MKD harus membentuk Panel. Anggotanya merupakan gabungan antara unsur MKD (3 orang) dan unsur masyarakat (4 orang). Kasus ini tidak boleh diperiksa dan disidangkan sendirian oleh MKD. Harus ada pelibatan publik melalui pembentukan panel. Ada banyak tokoh masyarakat yang independen yang bisa diminta untuk menjadi anggota panel.
Pembentukan panel dengan melibatkan unsur masrakat dapat mencegah MKD agar tidak terjebak dalam pusaran konflik kepentingan (conflict of interest) dan pertarungan antar kelompok politik di parlemen. Upaya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kasus ini juga akan dapat diminimalisir. Kemudian, hasil pemeriksaan juga akan lebih independen dan dipercaya publik.
Penting bagi MKD untuk memastikan kasus ini dituntaskan. Kasus ini telah menghancurkan kewibawaan dan kehormatan DPR. Sebagai lembaga yang bertugas untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR, maka ini merupakan momentum yang baik bagi MKD untuk memulihkan kepercayaan publik. Ratusan juta mata publik saat ini tertuju pada MKD, berharap kasus ini dituntaskan dan siapapun yang bersalah diberikan sanksi yang tegas.
artikel ini pernah diterbitkan oleh harian KOMPAS pada 1 Desember 2015